Minggu, 17 Juli 2011

PRE-EKLAMPSIA, EKLAMPSIA (HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN)


DEFINISI
PRE-EKLAMPSIA  adalah suatu komplikasi saat kehamilan yang ditandai dengan timbulnya kenaikan tekanan darah diastolik >110 mmHg disertai proteinuria 1+ (PRE-EKLAMSIA RINGAN), 2+ (PRE-EKLAMPSIA BERAT) dan atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih.
EKLAMPSIA ditandai dengan adanya kekejangan pada hipertensi saat kehamilan.
(American Journal of Epidemiology Advance Access published June 21, 2007)

DIAGNOSIS  PRE-EKLAMPSIA
Menderita obesitas, gestate kehamilan pertama atau kehamilan kembar, umur wanita hamil kurang dari 16 tahun atau lebih dari 40 tahun ,  hipertensi, diabetes atau menderita penyakit ginjal , merupakan  faktor predisposisi wanita untuk terjadi  PRE-EKLAMPSIA selama kehamilan

ETIOLOGI
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga saat ini belum diketahui dengan pasti. Banyak teori dikemukakan, salah satu hipotesa yang dikembangkan adalah teori iskemi plasenta hipotesa, radikal bebas dan disfungsi endotel. Dalam kehamilan normal terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan oto arteri spiralis yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut yang menyebabkan lapisan menjadi lunak sehingga lumen arteri spiralis dengan mudah mengalami distensi dan vasodilatasi yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah dan peningkatan aliran darah ke uteroplasenta. Proses ini dinamakan remodeling arteri spiralis. Pada preeklampsia tidak terjadi invasi sel trofoblas pada lapisan arteri sipralis akibatnya terjadi vasokonstriksi dan kegagalan remodeling sehingga aliran darah uteroplasenta turun sehingga terjadi hipoksia dan iskemia plasenta dan akan mengeluarkan bahan-bahan radikal bebas dan oksidan. (American Journal of Epidemiology Advance Access published June 21, 2007). 

PATOFISIOLOGIS PRE-EKLAMPSIA
                                                                           (A)                    (B)
Gambar  :  Sirkulasi uteroplasenta pada kehamilan normal dan preeklampsia
Pada gambar di atas  gambar sebelah kiri  (A) :  kehamilan normal terjadi perubahan pada cabang arteri spiralis dari dinding otot yang tebal menjadi dinding pembuluh darah yang lunak sehingga memungkinkan terjadinya sejumlah aliran darah ke uteroplasenta. Sedangkan pada gambarsebelah kanan (B)  :  preeklampsia, perubahan arteri spiralis ini tidak terjadi dengan sempurna sehingga dinding otot tetap kaku dan sempit dan akibatnya akan terjadi penurunan aliran darah ke sirkulasi uteroplasenta yang mengakibatkan hipoksia. (J. Biol. Che..2009).

GEJALA KLI NIS PRE-EKLAMPSIA
Gejala klinis yang bersifat subyektif dapat berupa :
-    sakit kepala hebat di daerah frontal
-    mata kabur
-    nyeri ulu hati ( epigastrum )
-    mual dan muntah.
-    skotoma
-    diplopia
Dan dari hasil pemeriksaan fisik gambaran klinisnya :
-    Hipertensi
-    Proteinurea,  Protein dalam urin> 300 mg / L pada 24 jam
-    Peningkatan transaminase, peringatan dari suatu fungsi hati terganggu
-    takhicardi
-    udem
-    disertai kerusakan beberapa organ (BMC Women health, 2007).


PENILAIAN  :
 
  1. Uji Roll Over (URO) : perbedaan tekanan diastolik antara tidur miring dan telentang :  Hasil (+) bila perbedaan  >  15  mmHg, hasil (-) bila perbedaan  <  15  mmHg
  2. TEKANAN ARTERI RATA-RATA (T.A.R) ;  Hasil (+) Bila  > 90 mmHg, hasil (-)  Bila < 90 mmHg
  3. INDEKS MASSA BADAN ( IMB) ;   Hasil (+) Bila  >  28,   Hasil (–) Bila  <  28 
    Arti penilaian : BILA SEKURANG-KURANGNYA 2 DARI 3 ADALAH  + (Positif) PRE-EKLAMPSIA
    Ibu Hamil yang + PRE-EKLAMPSIA biasanya diresepkan dokter : ASPILET  1 Tab /hari sampai aterm (kelahiran)

    GUIDELINES FOR THE MANAGEMENT OF THE PRE-ECLAMPTIC AND ECLAMPTIC PATIENT (RCOG)
     
    1. Total bed rest dalam posisi lateral decubitus. 
    2.  Diet cukup protein, rendah KH-lemak dan garam
    3. Antasida 
    4. Anti kejang :  MgSO4 (Obat Off Label
    5. Diuretika Antepartum: manitol dan   Postpartum: Spironolakton (non K release), Furosemide (K release).  Indikasi: Edema  paru-paru, gagal jantungAnti hipertensi Indikasi: T > 180/110 Diturunkan secara bertahap, alternatif: antepartum
    6. Adrenolitik sentral: Dopamet 3X125-500 mg, Catapres drips/titrasi 0,30 mg/500 ml D5 per 6 jam : oral 3X0,1 mg/hari, Post partum ACE inhibitor: Captopril 2X 2,5-25 mg Ca Channel blocker: Nifedipin secara sublingual  3X5-10 mg
    Cara pemberian Antikejang  : MgSO4 (Obat Off Label)
      • Sulfas Magnesikus (MgSO4) :  Loading dose secara intravenas: 4 gr/MgSO4 20% dalam 4 menit, intramuskuler: 4 gr/MgSO4 40% gluteus kanan, 4 gr/ MgSO4 40% gluteus kiri. Jika ada tanda impending eklampsi LD diberikan iv+im, jika tidak ada LD cukup im saja. Maintenance dose diberikan 6 jam setelah loading dose, secara IM 4 gr/MgSO4 40%/6 jam, bergiliran pada gluteus kanan/kiri. Penghentian  : Pengobatan dihentikan bila terdapat tanda-tanda intok-sikasi, setelah 6 jam pasca persalinan, atau dalam 6 jam ter-capai normotensi.
      • Diazepam: digunakan bila MgSO4 tidak tersedia, atau syarat pemberian  MgSO4 tidak dipenuhi. Cara pemberian: Drip 10 mg dalam 500 ml, max. 120 mg/24 jam.

      Jumat, 17 Juni 2011

      OBAT OFF LABEL ; Metformin Sebagai Terapi PCOS (PolyCystic Ovary Syndrome)

      DEFINISI
      Polycystic ovary syndrome (PCOS) adalah gangguan hormonal yang umum terjadi pada masa reproduktif wanita.pada umumnya (5-10% ).
      Gambaran klinik PCOS adalah menstruasi yang  tidak teratur  (berkepanjangan, sedikit hanya bercak2 atau malahan sering tidak datang)  karena  oligo  atau anovulasi , folikel ovarium tumbuh kecil-kecil  di sepanjang ujung terluar dari masing-masing indung telur tetapi tidak semua.
      Kelebihan kadar androgen/hormon laki-laki seperti pertumbuhan rambut  atau bulu yang yang berlebihan di tubuh misalnya kumis (hirsutisme), jerawat . obesitas dan hiperinsilinemia.  Menurut The Thessaloniki ESHRE/ ASRM 2007, setidaknya didapatkan 2 dari 3 kriteria tersebut maka seorang wanita dapat ditegakkan diagnosis PCOS
      Lifestyle yang kurang sehat  dalam hal pola makan terutama seringnya mengkonsumsi  fast food dan junk food serta kurangnya berolahraga diduga dapat menjadi  salah satu penyebab PCOS. Penyebab pasti PCOS tidak diketahui . Wanita dengan kondisi ini  sulit untuk  hamil. Diagnosis dan pengobatan secara dini dapat membantu mengurangi risiko komplikasi jangka panjang, seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung dan stroke.

      PATOFISIOLOGI
      Resistensi insulin dan hiperinsulinemia  memainkan peranan yang serius dalam aspek lain sindrom PCOS, termasuk kelebihan androgen dan anovulasi. Insulin menstimulasi produksi androgen oleh ovarium dengan mengaktivasi reseptor homolognya, dan ovarium pada wanita dengan sindrom PCOS  tampaknya tetap sensitif terhadap insulin, atau mungkin hipersensitif terhadap insulin, bahkan saat jaringan target klasik seperti otot dan lemak menunjukkan resistensi terhadap kerja insulin. Sebagai tambahan, hiperinsulinemia menghambat produksi hepatik sex hormone-binding globulin, sehingga lebih meningkatkan kadar testosterone bebas dalam sirkulasi. Insulin juga menghambat ovulasi, baik secara langsung mempengaruhi perkembangan folikel atau secara tidak langsung meningkatkan androgen intraovarian atau mengubah sekresi gonadotropin.

      METFORMIN SEBAGAI  OBAT OFF LABEL

      Metformin adalah suatu biguanide, obat yang paling banyak digunakan sebagai terapi diabetes tipe II  ( Obat on Label). Kerja utamanya adalah untuk menghambat produksi glukosa hepatik, dan juga meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap insulin. Peningkatan sensitivitas insulin, yang memberikan kontribusi terhadap kemanjuran metformin dalam terapi diabetes, juga terjadi pada wanita non diabetik dengan sindrom ovarium polikistik. Sebagai obat Off label pada wanita dengan sindrom PCOS , terapi jangka panjang dengan metformin dapat meningkatkan ovulasi, memperbaiki siklus menstruasi, dan menurunkan kadar androgen serum serta penggunaan metformin juga dapat memperbaiki hirsutism.

      BUKTI KLINIS 
      Suatu meta-analisis oleh Lord dkk pada tahun 2003 yang  mengikutsertakan data dari 13 penelitian dan 543 wanita dengan sindrom ovarium polikistik; disimpulkan bahwa metformin sebagai obat off label efektif dalam meningkatkan frekuensi ovulasi (Odds Ratio 3.88; 95% confidence interval 2.25 – 6.69).
      Dosis terapi metformin sebagai obat off label pada PCOS adalah 1500-2000 mg/hari dalam dosis terbagi dimulai pada dosis yang rendah yang diminum saat makan, dan dosis ini ditingkatkan secara progresif. . Tidak terdapat penelitian mengenai kisaran dosis metformin pada sindrom ovarium polikistik, tapi penelitian kisaran dosis pada pasien diabetes menggunakan kadar hemoglobin glikase sebagai pengukur outcome, menunjukkan bahwa dosis 2000 mg per hari sudah optimal.
      Metformin sebaiknya tidak digunakan pada wanita dengan gangguan ginjal (kadar kreatinin serum > 1.4 ml/dL), disfungsi hepar, gagal jantung kongestif berat, atau adanya riwayat penyalahgunaan alkohol. Mengingat usia muda wanita dengan sindrom ovarium polikistik, kontraindikasi ini jarang menjadi masalah. Mengulang pemeriksaan saat dilakukan terapi metformin tidak disarankan kecuali bila terjadi penyakit atau kondisi (misalnya dehidrasi) yang mungkin menyebabkan gangguan ginjal dan hepar

      Setelah terapi selama 6 – 9 bulan, dilakukan penilaian kemanjuran metformin. Jika siklus menstruasi dan ovulasi membaik secara memuaskan, terapi lebih lanjut ditentukan per kasus. Pada beberapa wanita, terapi dengan metformin saja mungkin sudah cukup. Wanita yang menginginkan kontrasepsi dapat diberikan obat kontrasepsi oral sambil melanjutkan terapi metformin. Pada kasus dimana hirsutism tetap menjadi masalah, obat kontrasepsi oral, antiandrogen, atau keduanya dapat ditambahkan disamping metformin.

      Senin, 06 Juni 2011

      OBAT OFF-LABEL , Domperidon Untuk Meningkatkan Produksi ASI (Air Susu Ibu)

      Obat kategori off label atau  obat dengan  indikasi  tidak  lazim  merupakan obat-obat yang  dapat   diresepkan  dan digunakan   oleh  dokter  dalam berbagai implikasi  klinis.  Salah satu  obat off label  di bidang  pediatri  dan  obstetri ginekologi  adalah domperidon (merk dagang ;  Vometa®, Vomitas®, Vomidone®, Vomistop®, Domedon®, Dometa® dll)   dengan indikasi  lazim sebagai antiemetik untuk mengatasi mual dan muntah.

      Sebagai obat off label  domperidon merupakan salah satu pilihan yang cukup bagus  untuk meningkatkan  produksi ASI  dengan mekanisme antagonis dopamin  secara periferal bekerja selektif pada reseptor D2 di tuberoinvundibuler dan meningkatkan prolactin kelenjar pituitary . Prolactin adalah hormon yang menstimulasi kelenjer mamae  untuk menghasilkan ASI . The American Academy of Pediatrics (AAP, 2001) melaporkan dalam jurnal  kedokteran  The Lancet,  tidak ditemukannya kontra indikasi selama menyusui dengan  pemakaian domperidon untuk meningkatkan   produksi ASI  (obat off label) . 

      Domperidon sebagai obat off label digunakan dalam kondisi tertentu seperti ibu yang beresiko IMS (sebagai co-faktor penularan HIV/AIDS), ibu yang melahirkan preterm atau partus prematur  dimana persalinan  terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu dan bayi dengan penyakit kritis yang sangat membutuhkan ASI,  intervensi  obat diperlukan untuk merangsang pengeluaran  dan produksi ASI.  Dan khusus untuk bayi yang dilahirkan secara pretem atau bayi dengan penyakit kritis sangat membutuhkan ASI eksklusif   tanpa tambahan  susu botol atau susu formula untuk mengurangi resiko infeksi terutama infeksi gastrointestinal.Keunggulan dari ASI sebagai anugerah ciptaan Allah mencakup banyak aspek yaitu aspek gizi, aspek imunologik, aspek psikologi, aspek kecerdasan, neurologis, juga aspek ekonomis.

      Sebagai  obat off label yang di indikasi untuk peningkatanIproduksi ASI , dosis  domperidon yang digunakan adalah 10-20 mg 3–4 x/hari,  efek peningkatan ASI belum terlihat dalam 3-4 hari, biasanya di minum 3-8 minggu.  Di  absorbsi  di gastrointestinal,  tidak melewati brain barrier , > 90% ikatan proteinnya  adalah BM tinggi sehingga efek sampingnya jarang dan diekskresikan sangat sedikit lewat ASI . Peringatan dan perhatian domperidon sebaiknya tidak digunakan pada ibu yang mempunyai kelainan pada jantung.  hepatic disease atau pasien yang mendapat antikolinergik

      Berbeda halnya dengan metoklopramide  sebagai antiemetik yang juga dapat diindikasikan sebagai obat off label untuk peningkatan produksi ASI, dimana metoklopramide bekerja secara sentral dan melewati brain barrier sehingga efek sampingnya  lebih tinggi seperti anxietas, mengantuk, agitasi, disfungsi motor extrapyramidal dan dyskinesia.

      Penelitian
      Dalam sebuah penelitian tentang domperidon sebagai obat off label dengan design randomized double blind  dari  Departments of Pediatrics,Pharmacy and Nursing, University of Western Ontario and St. Joseph's Health Care London, Ont. yang dipublikasikan melalui  Canadian Medical Association Journal, dengan sampel  penelitian berjumlah 16 ibu yang melahirkan secara preterm,  dibagi menjadi  dua kelompok perlakuan selama 7 hari dimana kelompok pertama (9 ibu)  menggunakan pompa ASI elektrik dan kelompok kedua (7 ibu) mendapatkan  domperidon oral  10 mg,   3 kali sehari. Secara statistik hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil yang signifikan  (p<0,05). bahwa kelompok  yang mendapat domperidon menghasilkan serum prolactin dan total produksi ASI lebih banyak  yaitu 44.5% dibandingkan ibu yang menggunakan pompa ASI elektrik.,  Dilaporkan juga dalam penelitian ini hanya sedikit sekali konsentrasi domperidon ditemukan di dalam ASI.
      Sumber : 
      1). Amanda Henderson, RN, BSN, BS, IBCLC , Domperidone: Discovering New Choices for Lactating Mothers , AWHONN Lifeline 2003; 7:54-6.2). American Academy of Pediatrics. (2001). The transfer of drugs and other chemicals into human milk. Pediatrics, 108(3), 776–789. Retrieved November 16, 2001, 'Silva, O., Knoppert, D. C., Angelini, M. M., & Forret, P. A. (2001)  .3.) Effect of domperidone on milk production in mothers of premature newborns: A randomized, double-blind, placebo-controlled trial. Canadian Medical Association Journal, 164(1), 17–21. Retrieved February 10, 2002

      Minggu, 05 Juni 2011

      OBAT-OBAT DENGAN INDIKASI TIDAK LAZIM ( OBAT OFF LABEL)

      DEFINISI :
      Obat Off Label : Obat-obat yang diresepkan dokter  dengan indikasi tidak lazim, indikasi baru  dengan dosis, rute atau usia pasien yang berbeda dari informasi yang tercantum dalam brosur yang di setujui oleh FDA (Food and Drug administration) dan obat tetap memenuhi kriteria keamanan dan efikasi. 

      Beberapa contoh obat off label ;
      1. Metformin dan Pioglitazon yang di ketahui untuk  OAD  (Oral Antidiabetika  ) , sebagai   obat off label di indikasikan untuk PCOS (Polycystic Ovary Syndrom) yaitu adanya ketidakseimbangan hormone pada wanita dimana adanya peningkatan hormone androgen dan gangguan ovulasi .
      2. Levamisol , obat-obat antikonvulsan generasi baru untuk mengatasi nyeri neuropati  , sebagai obat off label di indikasikan sebagai immunodulator.
      3. Misoprostol, mencegah ulcus lambung, sebagai  obat off label adalah untuk menginduksi persalinan.
      4. Siproheptadin, antihistamin sebagai obat off label di indikasikan  untuk penambah nafsu makan.
      5. Vitamin A pada anak sebagai obat off label diindikasikan untuk memperbaiki mukosa saluran cerna pada kasus diare pada anak.
      Munculnya obat off label biasanya terjadi karena dokter dan peneliti lainnya menemukan indikasi lain dan dokter memiliki  hak prerogatif untuk meresepkan dengan indikasi baru tersebut. Dan obat –obat off label ini dapat digunakan sebagai indikasi barunya setelah ada laporan UJI KLINIK YANG MEMENUHI PERSYARATAN . 


      Oleh FDA obat off label ini  sudah  ada yang menjadi obat on label seperti ;
      1. Aspirin , antipiretik digunakan sebagai antiplatelet
      2. Amitriptilin, antipdepresan  digunakan sebagai nyeri neuropati.
      3. Laktulosa,  pencahar digunakan untuk ensefalopati hepatic.
      4.  Karbamazepin, Gabapentin ,  antiepilepsi digunakan sebagai nyeri neuropati

      PERAN FARMASIS
      Dengan adanya obat-obat off label , para farmasis harus berhati-hati dalam memberikan informasi kepada pasien. Hendaknya informasi yang disampaikan kepada pasien tidaklah salah sehingga tidak menimbulkan kekhawatiran kepada pasien atau hal-hal lain yang tidak diinginkan .
      Kurangnya informasi adanya obat-obat off label ini oleh farmasis tentunya bisa menimbulkan kesalahan penafsiran dan tujuan dari peresepan itu sendiri.
      Informasi obat off label ini sangat terbatas dan tidak ditemukan dalam buku-buku monografi obat yang baku (sumber tersier) , ataupun brosur dari produsen.
      INFORMASI OBAT OFF LABEL BIASANYA KITA DAPATKAN DARI JURNAL ILMIAH KEDOKTERAN MAUPUN FARMASI .
      Dari berbagai sumber dan trimakasih u/ bpk Dr Suharjono , Apt .(Ka Prodi  Magister Farmasi Klinik Univ. Airlangga)

      MELENA (Fases/BAB berwarna hitam)

      I. PENDAHULUAN

      Perdarahan saluran gastrointestinal merupakan keadaan emergensi yang membutuhkan penanganan segera. Insiden perdarahan gastrointestinal mencapai lebih kurang 100 kasus dalam 100.000 populasi per tahun, umumnya berasal dari saluran cerna bagian atas. Perdarahan saluran cerna bagian atas muncul 4 kali lebih sering dibandingkan perdarahan pada bagian bawah, serta merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas untuk kasus gangguan pada saluran cerna. Mortalitas akibat perdarahan saluran cerna bagian atas ditemukan sebanyak 6-10% dari seluruh kasus.
      Perdarahan saluran gastrointestinal dapat muncul dalam lima macam manifestasi, yaitu hematemesis, melena, hematochezia, occult GI bleeding yang bahkan dapat terdeteksi walaupun tidak ditemukan perdarahan pada pemeriksaan feses, serta tanda-tanda anemia seperti syncope dan dyspnea.

      I.1 Definisi
          Melena adalah feses yang berwarna hitam dan berbau busuk karena bercampur produk darah dari saluran cerna. Adanya melena menunjukkan bahwa darah telah berada di saluran cerna dalam waktu setidaknya 14 jam dan biasanya terjadi pada saluran cerna bagian atas, walaupun terkadang melena dapat pula timbul akibat perdarahan dari colon.
          Sementara hematochezia adalah terdapatnya darah segar pada feses, yang menunjukkan perdarahan saluran cerna bagian bawah.

      I.2 Etiologi
      Mekanisme terjadinya perdarahan saluran cerna antara lain disebabkan disrupsi mukosa gastrointestinal sebagai akibat sekunder dari peristiwa inflamasi, infeksi, trauma, atau kanker. Penyebab terbanyak adalah peptic ulcer disease, Selain itu perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat abnormalitas vaskular, seperti ektasis pada vaskular atau varises esofagus karena hipertensi portal. Selain itu, riwayat penggunaan obat-obatan golongan NSAID jangka panjang atau konsumsi alkohol juga potensial menyebabkan kerusakan pada mukosa saluran cerna.

      I.3 Pemeriksaan Laboratorium
      Hitung darah lengkap 7
      1. Konsentrasi hemoglobin dan hematokrit
          Mungkin normal pada awal perdarahan saluran cerna akut
          Kemudian menurun seiring masuknya cairan ekstravaskular ke dalam pembuluh darah sebagai upaya pengembalian volume darah
          Pasien dengan perdarahan saluran cerna kronis dapat menunjukkan nilai hemoglobin dan hematokrit yang sangat rendah walaupun tekanan darah dan nadi berada dalam batas normal
      2. Leukositosis dan trombositosis ringan sering terlihat
      3. Distribusi sel darah merah dapat menunjukkan anemia mikrositik dan anemia kekurangan besi sebagai akibat kehilangan darah

      Kimia Darah
      Peningkatan kadar BUN sering terjadi pada perdarahan saluran cerna bagian atas

      I.4 Terapi
      Pendekatan terapi pada pasien dengan perdarahan saluran cerna adalah sebagai berikut:
      1.    Resusitasi dan stabilisasi hemodinamik
      2.    Intervensi tindakan: Endoscopic hemostatic therapy, colonoscopic removal of bleeding polyp or mass, surgical resection, sclerotherapy
      3.    Farmakoterapi: Epinefrin 1:10.000, proton pump inhibitor (pantoprazol dosis awal 80 mg bolus diikuti 8 mg/jam; lansoprazol 60 mg bolus diikuti 6 mg/jam), eradikasi H. pylori, penghentian penggunaan obat-obatan golongan NSAIDs, misoprostol 100 µg 3-4 kali sehari, short term treatment dengan okreotide 50 µg bolus dan 50 µg/ jam infus untuk 2-5 hari.
      Sumber :
      -    de Caestecker, J., 2006. Upper Gastrointestinal Bleeding: Surgical Perspective, e-medicine clinical reference
      -    Laine L., 2005. Gastrointestinal Bleeding. In: Kasper, D.L, Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L., Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th Edition. USA: McGraw-Hill, p. 2372-2393